-->

Cerpen : Untukku agamaku untukmu agamamu

 Untukku agamaku untukmu agamamu

BY:OLIVIA MECCA INDRA


“Kisah ini diawali karena keadaan atau takdir Tuhan aku tidak tahu, yang kami tau kami saling mencintai tapi itu salah.”

“hay, kenalin Rio”, ucap salah satu operator diperusahaan tempat baruku bekerja.  

   “Via...”, jawabku singkat karena kami masih memakai masker jadi aku rasa tidak perlu berpura-pura tersenyum ria karena aku bukan tipekal perempuan yang ramah akan senyum, hanya dengan orang orang tertentu aku tersenyum, walaupun aku tau senyuman itu ibadah tapi tidak terlalu mudah untukku tersenyum, hidupku datar semenjak menjadi anak broken home, mungkin itu juga yang membuatku tidak pernah punya pasangan seperti perempuan seusiaku. 

Hari itu, hari pertamaku bekerja sebagai drafter yang pastinya posisiku di office tapi berkewajiban memantau material dan barang yang masuk jadi mengharuskanku ke produksi dan yang pastinya berkomunikasi dengan para operator.   “hufttt sungguh hal yang membosankan, harus banyak bertanya dan memperpanjang obrolan dengan orang orang ini”, aku juga tipekal yang tidak terlalu menyukai basa-basi, mungkin orang baru yang kenal denganku akan menyebutku sombong atau jutek, but it’s me.

Singkat cerita, saat pulang tiba “Rio” seorang laki laki yang berkenalan denganku tadi memberhentikan motornya tepat didepanku, “via dijemput? Rumahnya dimana?”, tanya Rio “iya bang nunggu papa, rumah Via di LDII bang”, jawabku “ohh nunggu papanya okedeh, kebetulan kita satu perumahan besok-besok kalau mau bareng aja okey?”, ucapnya sangat antusias. Aku hanya tersenyum tidak ingin memperpanjang obrolan.

Seminggu berlalu, tetapi Rio tetap bersikeras untuk mengajakku pulang bareng, dan disaat dia masuk malam pun dengan antusiasnya dia ingin mengantarku karena aku selalu masuk pagi, karena office kan jam kerjanya normal. Tepat pada hari itu ayah sedang sibuk dan tidak bisa mengantarku, aku kebingungan lantas siapa lagi yang bisa aku minta tolong selain Rio saat itu, cuma dia yang aku ingat karena aku tidak terbiasa meminta tolong pada orang lain.

“dtdtdtdtdtdt...........ddddtttttt.......”suara hp ku bergetar tepat sekali Rio menelepon

“halo bang, assalamualaikum”, sapaku

“ehh halo, via mau aku antar nggak, aku lagi belum bisa tidur nih”, tanya Rio 

“hmmm boleh deh, kebetulan hari ini ayah lagi nggak bisa antar. By the way abang nggak capek secara pulang jam 3 pagi kan tadi?”, tanyaku

“enggak kok aku kan kuat dan abangmu paling baik hehe”, jawabnya terkekeh

“okedeh”, jawabku singkat lalu menutup telepon

Tak menunggu lama, karena mungkin rumah kami juga tidak terlalu jauh hanya beda gang saja membuatnya secepat kilat menuju rumahku. Aku langsung menaiki motornya dan dia pun mengendarai motornya dengan kecepatan sedang karena jam tidak terlalu sempit.   “nanti pulang kalau nggak ada yang jemput sama aku aja, aku kan masuk jam 5 jadi masih bisa antar Via pulang dulu”, ucapnya “hmmm boleh deh”, jawabku singkat                                       “eh btw , kalau orang kasih salam tu dijawab, tadi ditelfon main nyerocos aja, aku salam nggak dijawab”, ujarku “ oh maaf Via aku non muslim jadinya bingung mau bilang apa hehe”, jawabnya. Sedikit membuatku kaget ternyata laki laki yang mendekatiku berbeda keyakinan denganku, tapi tidak terlalu ku gubris karena itu hal yang biasa banyak temanku yang non muslim dan kami akrab sampai sekarang.

“tapi ini bukan tentang teman......................”

Semenjak hari itu kami semakin akrab hingga suatu hari dia menyatakan cintanya padaku, aku tahu betapa bodohnya aku mencintai dengan berbeda keyakinan yang kita tahu pada akhirnya jika tidak ada satupun yang mengalah maka perpisahan ujungnya.               Suatu malam kami bertengkar hebat tentang itu, aku memilih untuk menghentikan semuanya, aku merasa sudah terlalu jauh untuk dan dirinya kalau dilanjutkan jika tidak ada yang mau mengalah, aku tau aku sudah menyalahi aturan akidahku, harusnya dari awal aku sadar akan hal itu. 

Sebulan berlalu sudah, alhamdulillah aku bisa melepaskan semuanya. Aku akan menjadikan ini pelajaran paling berharga untukku dan kehidupanku selanjutnya, aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Sulit memang, tapi setelah malam itu aku mencoba lebih dekat dengan Tuhanku. Aku masih merasa tidak enak jika mengatakan kepadanya bahwa agama yang dia ikuti salah itu sudah keranah pribadi, tapi jika dilanjutkan akan kemana agamaku aku bawa, dimana akidahku, dimana logikaku kalau mengatasnamakan cinta untuk menggadaikan imanku. Dan disaat itu juga aku meminta ampun pada sang Kuasa dan meluruskan kembali fokusku pada karir dan pendidikanku. 

“Maaf tapi aku lebih mencintai Tuhanku, sang penciptaku dan penciptamu. Tuhan kita satu, kita yang berbeda..........”